Peta Hindia-Belanda dari tahun 1815 tidak mengindikasikan adanya sungai atau spruijt – sungai kecil yang bermuara di rawa-rawa – di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Dalam peta Jakarta modern, yang ada adalah sungai, atau mungkin kali, Cipinang Timur. Masih perlu pembuktian bahwa Ciracas yang dimaksud penduduk masa lalu adalah Sungai atau Kali Cipinang Timur.
Jika sejenak melihat publikasi ilmiah pakar botani Jerman-Belanda Carl Ludwig Blume, Tjiratjas – dalam tulisan itu digunakan kata Tjiradjas -- mengacu pada sumur air mineral di Cipanas dan Karawang. Dalam publikasi ilmiah lain, yang secara khusus membahas sumur air panas di Karawang, Blume menggunakan judul; Beschrijving der minerale bronnen, welkenabij Tjiratjas in de Residentie Krawang worden gevonden.
Blume seolah mengoreksi kesalahan atas penulisan kata Tjiratjas yang disebut masyarakat setempat. Di wilayah Jawa Barat lainnya, yaitu Purwakarta, pemandian air panas disebut Ciracas. Bahkan kata Ciracas menjadi nama desa tempat pemandian air panas itu. Namun, tidak ada informasi dari masa lalu tentang adanya sumber air mineral atau air panas di Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur. Cerita tutur penduduk dari masa lalu, yang mungkin terwariskan ke generasi masa kini, tidak menyebut adanya kolam pemandian air panas atau mata air belerang yang mendekatkan wilayah itu pada nama Ciracas.
Spekulasi yang kemungkinan mendekati adalah, jika mengacu pada perpindahan penduduk dari kawasan Preanger ke Ommelanden, Ciracas adalah nama yang dibawa penduduk dari Cipanas -- atau mungkin Purwakarta dan Karawang – dan digunakan sebagai nama permukiman baru mereka.
Tidak sulit menemukan bukti ini. Duren Sawit, misalnya, adalah nama pedukuhan di afdeeling Tegal era VOC. Penduduk Duren Sawit awal diperkirakan datang dari tempat ini. Informasi lain menyebutkan ada pula nama Desa Doerensawit di Pati, kota di pesisir pantai utara Jawa Tengah. Atau, yang terkenal adalah Manggarai, yang merupakan permukiman orang-orang asal Kabupaten Manggarai di Flores, Nusa Tenggara Timur.
Kampung di Tanah Partikelir
Dalam Geographische Caart van de Stad en Ommelanden to Mede van het voormalige Regentschap Bitenzorg 1815 nama Ciracas belum ada. Tanah partikelir Tandjong Oost seolah masih hamparan belantara tanpa kampung. Nama Tjiratjas, tertulis demikian, muncul dalam Topogrphische Kaart der Residentie Batavia 1866 sebagai salah satu kampung di tanah partikelir Tandjong Oost.
Tjiratjas, atau Ciracas, saat itu merupakan satu kampung besar dengan permukiman kecil yang terpisah persawahan di sekelilingnya. Ciracas terletak di Spruijt Cipinang, yang memungkinkan penduduknya memiliki aktivitas bergerak dari satu ke lain kampung di sepanjang sungai. Seperti pemukim di
tanah partikelir lainnya, penduduk Ciracas relatif hanya punya satu mata pencaharian, yaitu bertani; di lahan sendiri atau di tanah tuan tanah. Jika melihat dua peta di atas, permukiman Ciracas kemungkinan terbentuk pada paruh kedua abad ke-18. Kemungkinan lain, Ciracas kali pertama merupakan permukiman Tjiratjas, atau Ciracas, saat itu merupakan satu kampung besar dengan permukiman kecil, dengan beberapa keluarga, di abad ke-17. Saat itu VOC relatif membiarkan pendatang dari luar bermukim dan bercocok tanam dengan syarat tidak mengganggu ketentraman Ommelanden.
Jumlah penduduk di permukiman tanah partikelir biasanya berfluktuasi. Di era industri gula Ommelanden, misalnya, pekerja suikermolen – terutama orang Sunda dan Jawa – kembali ke tempat asal mereka ketika musim panen tebu berakhir. Ada pula yang menetap dan melanjutkan hidup di tanah partikelir sebagai petani di persawahan atau penggembala. Penghuni Ciracas relatif berfluktuasi. Ini terlihat dalam Batavia em Omstreken 1925, peta yang dibuat berdasarkan laporan kependudukan di sekujur Ommelanden. Keterangan di bawah peta menunjukan Tjiratjas adalah permukiman jarang penduduk. Tidak ada penjelasan berapa penduduk Ciracas saat itu, karena Bevokingstatiestiek van Java 1870 hanya mencatat jumlah orang di seluruh kampung di tanah parikelir.
Sebagai gambaran, tanah partikelir Tandjong Oost tahun 1870 memiliki 30 kampung dengan jumlah penduduk 6.456 jiwa.Terdiri dari 303 Tionghoa, dan lima kulit putih. Lainnya,sebanyak 6.144 jiwa adalah pribumi5. Namun dalam perhitungan penduduk berikutnya, jumlah penduduk Tandjong Oost tidak diketahui. Landheer Tandjong Oost, yang juga pemilik tanah partikelir lain; Tjondet of Landlust, Rombot, dan Klappadoewa, mengakumulasi seluruh jumlah penduduk di tanahnya. Situasi berubah di sepanjang paruh kedua abad ke-20. Tjiratjas terpecah menjadi dua permukiman, yaitu Tjiratjas 1 dan 2. Ini mengindikasikan terjadi pemecahan permukiman untuk memperluas penyebaran penduduk di tanah partikelir. Artinya, pemukim Tjiratjas bertambah dan harus disebar ke tanah-tanah yang masih kosong dan dekat dengan persawahan yang digarap tuan tanah.
Ciracas yang kita kenal saat ini bukan lagi kampung kecil, tapi kecamatan yang membawahi sejumlah nama besar tanah
partikelir di masa lalu. Salah satunya Tjiboeboer, atau Cibubur.