Cilangkap
Cilangkap adalah seutas sungai yang membentang di antara Spruijt Cipinang dan Sungai Sunter1. Nama ini terdiri dari dua kata; ci dan langkap. Dalam Bahasa Sunda, ci artinya air. Kata ini kerap digunakan masyarakat Sunda untuk menamakan sungai atau kali yang menjadi bagian kehidupansehari-hari.
Langkap adalah sejenis pohon palem hutan bernama latin Arenga obtusifolia. Keterangan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menyebutkan daun langkap dapat dianyam untuk nyiru, tampi, dan sebagainya. Arti lain langkap adalah lalat (Calliphoridae)2. Lalat yang dimaksud adalah berbagai jenis, termasuk lalat pohon dan lalat buah. Arti yang kemungkinan paling mendekati untuk Cilangkap adalah Sungai Palem Utan. Asumsinya, kebanyakan bantaran sungai di Ommelanden diselimuti berbagai tanaman hutan, dengan satu atau dua jenis tanaman mendominasi. Administrasi pertanahan Hindia Belanda, seperti terlihat dalam Staat der Pariculiere Landerijen Op Java Over 1865, menulis Tjilangkap3. Sedangkan dalam peta topografi tahun 1866 tertulis Tji Langkap. Bevolkingstatistiek van Java 1870 menulis Tjilangkap4.
Cilangkah, atau Tjilangkap, dalam Batavia en Omstreken 1925. (Sumber: colonialarchitecture.eu) Penduduk Cilangkap Cilangkap diperkirakan telah berpenghuni sejak paruh terakhir abad ke-17, ketika pekerja dari berbagai tempat di Pulau Jawa menyerbu Ommelanden. Sebagian dari mereka tergiur manisnya industri gula, lainnya membuka hutan untuk diubah menjadi tanah pertanian dan perkebunan. Pembukaan hutan terjadi di sepanjang bantaran Sungai Cilangkap. Setelah satu generasi, pemukim – kabanyakan berasal
dari Bogor dan tempat-tempat di Jawa Barat saat ini – sedemikian mapan. Pada paruh kedua abad ke-19, Cilangkap menjadi tanah partikelir dan tercatat dalam Staat der Paticuliere.
Landerijen Op Java Over 1865 dengan P van Swieten sebagai eigenaar (pemilik – red). Cilangkap dikelola sebagai penghasil padi dan perkebunan kacang poppy. Pembukaan lahan-lahan persawahan dan perkebunan baru mengundang pekerja dari luar Cilangkap untuk datang. Cilangkap berkembang dengan permukiman baru membentuk kampung. Bevolkingstatistiek van Java 1870 memperlihatkan Cilangkap,
bagian dari Distrik Cibinong, Afdeeling Buitenzorg, memiliki tiga kampung dengan jumlah penduduk keseluruhan 1.306. Dari jumlah itu, 36 etnis Cina dan lainnya pribumi. Tidak ada catatan berapa rumah tangga di Cilangkap saat itu. Memasuki abad ke-20, setelah Cilangkap jatuh ke tangan landheer Tionghoa Tjoa Tjiang Kim, jumlah penduduk bertambah menjadi 1.520 dan seluruhnya bekerja menanam padi5. Tahun-
tahun berikut, pekerja baru berdatangan ke Cilangkap meski jumlahnya tidak terlalu signifikan. Ketika Cilangkap berada di tangan tuan tanah Tjoen Lim Tan, dan dikelola Tjoa Soan Hoeij, jumlah penduduk bertambah lagi menjadi 1.857. Padi masih menjadi tanaman utama, dengan kopi, karet, dan kelapa sebagai tanaman kedua6. Kopi dan karet saat itu menjadi primadona ekspor Hindia Belanda dengan volume
permintaan dari AS dan Eropa terus meningkat. Setelah tahun 1900, ketika pemerintah Hindia-Belanda
berusaha membeli kembali tanah-tanah partikelir di sekujur Pulau Jawa, Cilangkap diperkirakan bertahan sebagai tanah partikelir sampai kedatangan Jepang. Setelah itu tidak ada catatan tertulis soal tanah partikelir Cilangkap.
Kedatangan Jepang berakibat buruk bagi para tuan tanah Tionghoa di Pulau Jawa. Mereka dianggap antek-antek Belanda, ditangkap, dan dijeloskan ke kamp interniran. Tanah-tanah partikelir dibiarkan tanpa tuan, dan pekerja di atasnya mengklaim kepemilikan. Selama setengah abad, dimulai saat Jakarta membangun
dirinya, Cilangkap sejenak terlupakan. Situasi berubah ketika pembangunan menyasar ke sekujur pinggiran Jakarta. Cilangkap banyak disebut masyarakat setelah Markas Besar (Mabes) Tentara Nasional Indonesia (TNI) direlokasi ke tempat ini. Cilangkap melanjutkan sejarahnya di era Indonesia modern dengan status lain. Tidak ada lagi sungai kecil dengan tanaman palem utan yang dimanfaatkan masyarakat untuk dianyam. Catatan Kaki
1. Lihat Topographische Kaart der Residentie Batavia 1866
2. https://kbbi.web.id/langkap
3. Regerings-Almanak voor Nederlandsche-Indie 1867
4. Nieuwe Bijdragen tot kennis der Bevolkingstatistiek van Java, P Bleeker.
5. Regerings-Almanak voor Nederlandsche-Indie 1903
6. Regerings-Almanak voor Nederlandsche-Indie 1917