Halim Perdana Kusuma
Jika ada kelurahan yang menggunakan nama pahlawan nasional mungkin hanya ini. Kita tahu Abdul Hakim Perdana Kusuma, satu dari segelintir putra indonesia yang terlibat dalam Perang Dunia II, dan membangun Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Ia adalah the black mascot (jimat hitam) bagi Angkatan Udara Inggris (RAF) yang menjalankan 44 misi pembomam ke Jerman dan Prancis selama Perang Dunia II.
Kembali ke Indonesia, Halim Perdana Kusuma memperlihatkan kepiawaiannya menembus blokade utara Belanda dengan pesawat Arvo Anson sarat senjata untuk Tentara Republik Indonesia (TRI). Ia tidak melakukannya sekali, tapi berkali-kali. Namun saat melakukan penerbangan Songkla (Thailand) ke Bukittinggi, Halim Perdana Kusuma gagal menembus blokade cuaca buruk. Pesawatnya jatuh di Tanjung Hantu, Semenanjung Malaya, kini Malaysia. Abdul Hakim Perdana Kusuma tewas bersama Iswahyudi, Abdurrahman Saleh, dan Adi Sucipto.
Pada 17 Agustus 1952, Halim Perdana Kusuma diabadikan sebagai nama bandar udara (bandara) yang di era Hindia-Belanda dikenal sebagai Vliegveld Tjililitan, atau Lapangan Terbang Cililitan. Tahun 1975, Presiden Soehato mengangkat Abdul Hakim Perdana Kusuma sebagai pahlawan nasional.
Tahun 1992, Ketika terjadi penataan wiliyah administrasi pemerintahan DKI Jakarta, wiliyah Kecamatan Kramatjati dipecah. Sekeping wilayah pecahan itu dimasukan ke dalam Kecamatn Makasar dan diberi nama Kelurahan Halim Perdana Kusuma. Pilihan atas nama itu bukan semata untuk mengenang jasa Halim Perdana Kusuma, tapi Masyarakat sekitar kadung menyebut wilayahnya sebagai 'halim' - yang notabene nama pendek penerbanggan hebat di era perang mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Dari Sini Sejarah Penerbangan Eropa-Indonesia Dimulai
Vliegveld Tjililitan, Bandara Halim Perdana Kusuma, dan wilayah sekitar yang kini menjadi Kelurahan Halim Perdana Kusuma, adalah titik awal sejarah penerbangan sipil Eropa-Indonesia. Sejarah itu tidak dimulai dengan penadartan pertama Fokker F-7 pada 24 November 1924, tapi membentang ke beberapa tahun ke belakang.
Dalam De Holland-Indië-vlucht van 1924 disebutkan penerbangan pertama di Belanda membawa pesawat terbang ke Hindia Belanda dan menerbangkannya. Namun keduanya bukan penerbangan jarak jauh, apalagi melintas pulau atau menempuh jarak ratusan klimeter.
Selama Perang Dunia I, ketika Kali Pertama pesawat menjadi perangkat tempur, teknologi pesawat berkembang luar biasa pesat. Usai Perang Dunia I, tepatnya tahun 1919, sejumlah negara pembuat pesawat terbang menggelar Great Air Race -- yaitu terbang dari London ke Port Darwin di Australia.
Ross Smith, penerbangan Australia, tiba lebih dulu di Port Darwin dan berhak atas hadiah 10 rbi pound. Kabar itu menyebar ke seluruh dunia, temasuk Hindia-Belanda mengumumkan akan memberi Hadiah 10 rubu gulden untuk penerbangan Belanda-Batavia.
Pilot-pilot Belanda, seperti dikutip Telegraaf sedisi 14 Oktober 1919, mengatakan hadiah itu terlalu murah. Yang paling mungkin itu 100 ribu gulden. Surat kabar Belanda berkampanye agar pemerintahannya menambah jumlah hadiah menjadi 50 ribu gulden. Kampanye berhasil, dan jumlah yang diinginkan dicapai dalam satu bulan.
Komandan Dinas Penerbangan AL Belanda H Nieuwenhuis menghitung Jarak terbang Belanda-Batavia 13 ribu kilometer.Kecepatan rata-rata pesawat 130 kilometer per jam. Artinya, Pilot harus terbang 100 jam Belanda-Batavia.
jika dibagi rata-rata terbang enam jam per hari, seorang pilot harus menempuh perjalan 17 Hari. Waktu tempuh bisa lebihn lama karna pilot harus memperhitungkan kondisi cuaca dalam setiap perjalanan.
Di Batavia, koran-koran menerbitkan kisah perjalan Ross Smith, terutama empat pendaratan wiliayah Hindia-Belanda sebelum mencapai Darwin. Kisah diakhiri dengan pernyataan jika Ross Smith bisa terbang London-Australia, penerbangan Belanda-Batavia adalah sangat mungkin.
Artikel provokatif itu menginspirasi hampir semua pilot untuk melakukannya, namun semua orang sadar dibali sukses Ross Smith terdapat Tim besar yang mempersiapkan segalanya dengan baik, dan sumber dana mungkin luar biasa besar.
Akhirnya, di buat terencana komprehennsif. Mulai dari pilihan pesawat yang akan diterbangkan smpai pendanaan. Namun, orang bertanya-tanya kapan recana itu diwujudkan. Di Batavia, penerbangan hanya dilakukan di lapangan udara Antjol. Pesawat yang digunakan adalah jenis Katalina, yang bisa terbang dan mendarat di air.
Di Belanda, Anthony Fokker -- pembuat pesawat kelahiran Blitar, Jawa Timur -- tetap berpikiran positif bahwa penerbangan Belanda-Batavia dimulai.
Rencara Terakhir dibuat Tahun 1923, dana kali ini dengan dukungan banyak pihak; mulai dari militer sampai BUMN Hindia-Belanda saat itu. Fokker menawarkan peswat gratis. Het Nieuws mengabarkan pilot yang di pilih adalah Abraham Nicolaas Jana Thomassen a' Thuessink Van der Hoop, lebih sering ditulis Jan Van der Hoop.
Dalam rencana awal disebutkan Jan van der Hoop akan mendarat di Batavia April 1924. Namun recana itu dinilai terlalu ambisius, Karena Pesawat harus mendarat di dua kota; Medan dan Padang, sebelum tiba di Batavia. Bandara di dua kota itu harus dipersiapkan sedemikian rupa.
Deli Maatschappij menyediakan tanahnya untuk lapangan terbang yang kini menjadi Polonia, Medan. Pendaratan di Padang tidak mungkin, maka dipindahkan ke Muntok, Bangka. Ada Lahan yang disiapkan untuk Ross Smith tapi tak sempat digunakan.
Bagaimana dengan Batavia? ibu kota Hindia-Belanda belum punya lapangan terbang besar. kalau pun ada, di Ancol, sangat kecil. Alternatifnya, seperti ditulis Preanger Bode 21 Agustus 1919, adalah Kalijati di Subang atau Andir Bandung.
Pada saat yang sama terdengar kabar pengerjaan lapangan terbang sedang dilakuakn di Koban Pala di Meester Corelis. Sumber lain menyebutkan bandara itu dibangun di ujung tanah partikelir Tandjong Oost yang berbatasan dengan exs tanah Partikelir Cililitan. Tjililitan, atau Cililitan, digunakn sebagai nama Badarta untuk meber kesan Lapangan terbang itu di bangun di lahan negara (stadslanden) bukan tanahpartikelir.
Van der Hoop berangkat Bandar Schipol, Amsterdam, 1 Oktober. Normalnya , Fokker F7 yang diterbangkan bersama co- pilot Letnan Hendrik van Weerden Poelman dan mekanik Pieter van den Brooke tiba di Batavia dalam tiga pekan. Namun, Pesawat Harus mendarat darurat di Plovdiv, Bulgaria, dan rusak parah. Maklum, sekujur tubuh Fokker F-7 terbuat daru kayu dengan sayap terpal.
Penerbangan Belanda-Batavia terdiri daro 20 etepe, dengan setiap etepe berjarak anatara 200 sampai 500 kilometer, dan kecepatan terbang 100 kilometer sampai 130 kilometer. Etape terakhir adalah Muntok-Batavia. Saat berada di atas Serang Co-pilot Weerden Poelman minta Van der Hoop berputar sejenak di atas kota Kelahirannya.
Di ata Batavia. Fokker F7 melakukan beberapa putaran di atas Kota Tua Batavia, Glodok, Tanjung Priok, Weltevreden, Koningsplein, Waterlooplein, dan Meester Cornelis. Di Lapangan terbang Cililitan, ribuan orang kampung berkumpul sejak pilin 00:06 pagi. Empat jam kemudian penduduk kulit Putih Berbondong-bondong datang berjajar di tepi landasan. Di dalam kota Batavia, kemacetan luat biasa terjadi, dan sambungan telepon tercatat yang paling sibuk,
Pada pukul 01:19:20, Fokker F7 mendarat Mulus di Lapangan Terbang Cililitan, semua berhamburan ingin mendekati Pesawat, melihat dari dekat pesawat yang terbang dari Belanda, dan orang-orangnya. Orang kulit putih larut dalam perasaan emosional dan menyanyikan lagu Wilhelmus. Selurh Pejabat pemerintahan Hindia-Belanda di batavia tumplek di situ untuk memberi ucapan selamat.
Bandara Militer
Vliegvelp Tjililitan melewati sejarahnya sebagai basis Angkatan Udara Konnklijk Nederlands(ch)-Indisch Lege (KNIL). Jepang, saat menduduki Hindia-Belanda, juga menggununakannya sebagai Basis Angkatan Udara.
Paja 20 Juni 1950. Belanda menyerahkan Lapangan Terbang Cililitang ke pemerintahan Indonesia, dan segersa menjadi Basis Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI). Dua Tahun kemudian nama bandara itu berubah menjadi Bendara Halim Perdana Kusuma, Seperti Bandara Polonia Medan, Bandara Halim Perdana Kusuma selama kesekian tahun melayani penerbangan sipil.
Di Tepi Bandara Halim Perdana Kusuma, masyarakar menyaksikan semua sejarah perjalanan lapangan terbanf yang menjadi pinti gerbang pertama Indonesia ke Eropa.