Kelapa Dua Wetan
Dalam Regernings-Almanak voor Nederlandsche-Indie paruh pertama abad ke-20 ada dua versi penulisan untuk tanah partikelir yang kini menjadi Kelurahan Kelapa Dua Wetan, yaitu Klapa Doewa dan Klapadoewa. Di Tangerang, terdapat tanah partikelir Klapa Doea, dan di Depok saat ini terdapat Jl Kelapa Dua. Kata ‘wetan’ atau timur tampaknya digunakan pemerintah DKI Jakarta sebagai pembeda.
Klapa Doewa adalah kampung tua. Dalam peta 1866, Klapa Doewa bagian dari Tjiboeboer. Tidak ada yang tahu sejak kapan kampung ini menjadi tanah partikelir dan terpisah, dengan pemilik pertamanya adalah Erven van Riemsdijk1. Dalam beberapa catatan, Klapa Doewa dikelompokan ke dalam tanah partikelir Tandjong Oost, yang berarti pernah menjadi bagian tanah partikelir itu.
Sebagai kampung tua, Klapa Doewa punya cerita. Namun, tidak ada yang mewariskan cerita itu. Tidak ada kisah tentang pohon kelapa bercabang dua yang pernah ada di tempat itu ketika pemukim pertama datang. Arsip VOC dan Hindia-Belanda juga tidak mencatat pembentukan tanah partikelir Klapa Doewa terjadi karena landmeeter melihat ada pohon kelapa bercabang dua yang menjadi identitas tanah itu.
Kampung Kelapa Dua, atau Klapa Doewa, dalam Topographische Kaart der Residentie Batavia 1866. (Sumber: nationaalarchief.nl)
Bukan tidak mungkin Klapa Doewa sekedar nama. Sebab di tanah partikelir Tandjong West terdapat Kampung Klapa Tiga 2. Kampung ini masih eksis sampai pergantian abad, meski tidak menjadi nama kelurahan dalam administrasi pemerintahan Jakarta modern 3. Jadi, Klapa Doewa adalah kampung yang disulap menjadi tanah partikelir.
Sebagai tanah partikelir, Klapa Doewa relatif tidak banyak pindah tangan. Setelah mengambil alih Tandjong Oost, DC Ament juga membeli Klapa Doewa dan Tjondet of Landlust sebelum memasuki abad ke-20 4 dan mempertahankan kepemilikannya sampai 1929 5.
Penduduk Klapa Doewa
Nieuwe Bijdragen tot de Kennis der Bevolkingstatistiek van Java 1870 yang disusun P Bleeker tidak mencatat populasi Klapa Doewa saat itu. Sensus berikut, yang dilakukan tuan tanah, mencatat total penduduk di seluruh tanah partikelir milik mereka. DC Ament, misalnya, tidak mencatat jumlah per tanah partikelir dan melaporkannya ke penduduk. Akibatnya, jumlah penduduk Klapa Doewa tak pernah diketahui secara pasti.
Yang juga tidak diketahui adalah sejak kapan Klapa Doewa menjadi kampung. Peta awal Hindia-Belanda, setelah VOC bangkrut, hanya menyebut tanah-tanah partikelir yang berasal dari nama kampung. Permukiman etnis hanya dua; Kampung Makasar dan Kampung Melayu, yang kemudian menjadi tanah partikelir6.
Klapa Doewa diperkirakan terbentuk ketika tanah-tanah partikelir mulai dibuka, dan tuan tanah membutuhkan banyak tenaga kerja untuk menggarap lahan. Tenaga kerja kemungkinan berstatus budak, atau orang-orang bebas dari sekitar Buitenzorg yang mencari peruntungan di tanah partikelir milik orang Belanda.
Catatan Kaki