Nikensari Koesrindartia: Gangguan Ginjal Akut pada Anak Mesti Diwaspadai

Belum selesai pandemi Covid-19, masyarakat kini digegerkan ka- sus gangguan ginjal akut atau acute kidney injury (AKI) pada anak. Data yang dihimpun oleh Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta hingga 19 Oktober 2022, pada faskes di DKI Jakarta telah ditemu- kan 71 kasus gangguan ginjal akut atipikal pada anak berusia 0 - 18 tahun. Pihak Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bersama Lembaga terkait lainnya menginvestigasi penyebab dan cara penanganannya.

Bagaimana Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Timur dalam hal ini melalui Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta menyikapi permasalahan ini? Berikut petikan wawancara Tim Buletin INFO JAKTIM dengan Kepala Suku Dinas Kesehatan Kota Jakarta Timur, dr. Nikensari Koesrindartia, MARS.

Bagaimana situasi kasus gangguan ginjal akut di Ja- karta Timur dan berapa anak yang mengalaminya?

Dari pengamatan survey epidemiologi Sudinkes Jakarta Timur sampai 18 Oktober 2022 terdata 7 (tujuh) kasus dengan rentang usia 1-5 tahun , tersebar di 3 Kecamatan, yaitu Kec. Pasar Rebo 3 (tiga) kasus, Kec. Cipayung 3 (tiga) kasus, dan Kec. Ciracas ada 1 (satu) kasus. Dari 7 kasus tersebut dilaporkan 6 (enam) di- antaranya meninggal dan 1 (satu) dalam perawatan. Tentunya data ini terus akan bergerak, sesuai dengan pelaporan semua fasyankes yang berhasil mendeteksi kasus ini dan melaporkan.

Apa yang menyebabkan anak tiba-tiba mengalami gagal ginjal akut?

Setelah penelitian yang dilakukan Kemenkes dan IDAI terhadap beberapa factor resiko seperti bakteri pat- hogen (virus/bakteri ) hasilnya tidak ada yang spesifik. Penelitian dilanjutkan bersama farmakolog, epide- miolog, serta Puslabfor untuk kemungkinan adanya intoksikasi/ keracunan. Hasilnya, dari semua sampel obat yang sempat dikonsumsi pasien, didapatkan adanya tiga zat kimia berbahaya tersebut di dalam sampel obat yang diperiksa, yaitu : ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE).

Ketiga zat di atas adalah impuritie/cemaran dari zat kimia `tidak berbahaya`, polyethylene glycol yang sering dipakai sebagai solubility enhancer (penambah kelarutan) di banyak di obat-obatan jenis sirup.

Apa tindakan yang dilakukan Sudinkes Jakarta Timur untuk mengatasi masalah ini agar tidak menjadi lebih berat?

Sebagai tindakan kewaspadaan dan mencegah perluasan kefatalan maka akan dilakukan Sosialisa- si Masif kepada seluruh RS, Klinik dan Apotek di JT Kemenkes telah memberi arahan, kepada semua te- naga kesehatan untuk sementara tidak meresepkan obat-obatan dalam bentuk sediaan cair/sirup, dan juga meminta seluruh apotek untuk sementara tidak menjual obat bebas dan/atau bebas terbatas dalam bentuk cair/sirup kepada masyarakat sampai hasil penelusuran dan penelitian tuntas.

Sekaligus penyampaian pedoman dan tatalaksana pada kasus ini sesuai Peraturan Dirjen Pelayanan Ke- menkes. Terkait jenis obat yang dinyatakan berbahaya dan tindakan penarikan peredaran, masih menunggu penyataan dari BP POM .

Apa yang bisa dilakukan masyarakat dalam hal ini agar tidak menambah kasus?

Dilakukan Sosilisasi Masif kepada masyarakat, meng- himbau untuk sementara ini untuk pengobatan anak, sementara waktu tidak mengkonsumsi obat dalam bentuk cair/sirup tanpa berkonsultasi dengan tenaga Kesehatan. Sebagai alternatif dapat menggunakan bentuk sediaan lain seperti tablet, kapsul, supposi- toria (anal), atau lainnya.

Bagaimana cara kita mengenali tanda-tanda anak mengalami gejala penyakit ini?

Disampaikan kepada orang tua yang memiliki anak-anak balita agar tolong diperhatikan gejala penurun an jumlah air seni dan frekuensi buang air kecil yang dapat dikenali dengan perubahan kebiasaan jumlah BAK / jumlah kebiasaan ganti Popok , kondisi ini harus dikenali dengan /tanpa demam, diare, batuk pilek, mual dan muntah untuk segera dirujuk ke fasilitas kesehatan terdekat. (Jonathan Permana)