Wilayah ini dulunya merupakan sebuah kampung (Kampung Makasar) dan sampai sekarang pun sebagian orang-orang masih menyebutnya Kampung Makasar. Disebut Kampung Makassar, karena sejak tahun 1686 dijadikan tempat pemukiman Suku Makassar, di bawah pimpinan Kapten Daeng Matara. Mereka adalah bekas tawanan perang yang dibawa ke Batavia setelah kerajaan Gowa, dibawah pimpinan Sultan Hasanuddin tunduk kepada pasukan Hindia Belanda yang waktu itu dibantu oleh Kerajaan Bone dan Kerajaan Soppeng. Pada mulanya mereka dibawa ke Batavia diperlukan sebagai budak, kemudian dijadikan pasukan bantuan, dan dilibatkan dalam berbagai peperangan yang dilakukan oleh Hindia Belanda. Pada tahun 1673 mereka ditempatkan di sebelah utara Amanusgracht, yang kemudian dikenal dengan sebutan Kampung Baru. Mungkin merasa bukan bidangnya, tanah di Kampung Makasar yang diperuntukan bagi mereka itu tidak mereka garap sendiri melainkan disewakan kepada pihak ketiga, akhirnya jatuh ketangan Frederik Willem Preyer. Salah seorang putri Daeng Matara menjadi istri Pangeran Purbaya dari Banten yang memiliki beberapa rumah dan ternak di Condet, yang terletak disebelah barat Kampung Makasar. Perlu dikemukakan, bahwa pada tahun 1810 pasukan orang–orang Makasar oleh Daendels secara administratif digabungkan dengan pasukan orang–orang Bugis. Pada awal abad 20-an, menjadi milik keluarga Rollinson, yaitu ketika Entong Gendut memimpin gerombolan orang–orang berkerumun di depan Villa Nova, rumah Lady Rollinson, pemilik tanah partikelir Cililitan Besar”.