Pal Meriam sebuah tempat yang merupakan kelurahan di Kecamatan Matraman, Jakarta Timur. Kelurahan Pal Meriam berbatasan dengan Kelurahan Paseban di sebelah utara, Kelurahan Kebon Manggis di barat, Kelurahan Kayu Manis di timur dan Kelurahan Pisangan Baru di selatan. Menurut sejarah, nama Pal Meriam diambil dari suatu peristiwa yang terjadi pada masa lampau, kira-kira pada 1813. Pada waktu itu pasukan arteri meriam Inggris mengambil tempat di daerahtersebut untuk posisi meriam yang siap ditembakkan dalam penyerangan ke kota Batavia.
Sehingga, menurut Zaenuddin HM dalam bukunya berjudul 212 Asal-Usul Djakarta Tempo Doeloe, setebal 377 halaman yang diterbitkan Ufuk Press pada Oktober 2012, tempat itu disebut paal meriam (tempat meriam disiapkan). Cerita lain menyebutkan pada waktu Gubernur Jendaral Daendels membuka jalan yang disebut Jalan Trans Jawa dari Anyer (Banten) ke Panarukan di Jawa Timur, daerah paal meriam ini merupakan rute jalan trans Jawa tersebut. Di lokasi, daerah itu dipasang patok jalan yang terbuat dari meriam yang sudah tidak terpakai. Masyarakat setempat sering melihat meriam sebagai patok jalan atau disebut juga paal jalan yang terbuat dari meriam, maka daerah itu disebut Paal Meriam. Sedangkan jalan Pal Meriam merupakan tempat di mana kubu ketiga arteri Belanda meledak pada pertempuran di Struijswijk pada 26 Agustus 1811. Kubu tersebut meledak karena gudang mesiunya terkenaapi
Berikut adalah beberapa hal yang berkaitan dengan sejarah Palmeriam dan Matraman:
Pada Agustus 1811, tentara Inggris tiba di Batavia dari Malaka untuk merebut Hindia Belanda dari kekuasaan Belanda.
Tentara Belanda yang dipimpin oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels melakukan perlawanan, namun akhirnya dikalahkan oleh tentara Inggris.
Palmeriam dan Bearland, wilayah lain di Matraman, memiliki sejarah pertikaian yang tak pernah putus-putus.
Bearland merupakan bekas permukiman tentara kompeni, sedangkan Palmeriam merupakan bekas permukiman tentara Mataram.
Nama Matraman berasal dari kata Mataraman, atau dari pasukan Mataram yang tidak berani pulang dan mendiami kawasan tersebut.