Nama Jatinegara diambil dari jatina nagara, bahasa Sunda yang menyiratkan simbol perlawanan Kesultanan Bantenterhadap penjajah Belanda saat itu.
Pada abad ke-17, daerah ini merupakan permukiman para pangeran Kesultanan Banten. Pada tahun 1661, Cornelis Senen, seorang guru agama kristenyang berasal dari Banda, Maluku.Membeli tanah di daerah aliran Ciliwung. Sebagai guru dan kepala kampung, Cornelis Senen diberi gelar Meester.Semenjak dibangunnya Jalan Raya Daendels, tanah yang dimiliki oleh Cornelis Senen secara partikelir ini berkembang pesat menjadi pemukiman dan pasar yang ramai.Hingga kini masyarakat menyebutnya dengan Mester, penyingkatan dari Meester Cornelis.
Pada abad ke-19, Meester Cornelis merupakan kota satelit (gemeente)Batavia yang terkemuka. Namun, antara 14 Agustus –26 Agustus 1811, Meester Cornelis pernah direbut oleh Tentara Inggris dalam Penyerbuan Meester Cornelisyang merupakan perpanjangan dari peperangan perseteruan besar antara Inggris dan Prancisyang sempat mengalahkan Kerajaan Belanda sebelumnya. Meester Cornelis juga merupakan ibu kota dari Kawedanan Jatinegara yang melingkupi Bekasi, Cikarang, Matraman, Tebet, Kramat Jati, Mampang, Pondok Gede, Pasar Rebo, Pancoran dan Kebayoran. Adapun Kawedanan Jatinegara tersebut, sejak tahun 1925, disebut sebagai Regentschap Meester Cornelis. Pada tanggal 1 Januari 1936, pemerintah kolonial menggabungkan wilayah Meester ke dalam bagian kota Batavia. Regentschap ini dibubarkan pada 11 April 1949 berdasarkan Keputusan Gubernur Batavia en Ommelanden â„–Pz/177/G.R. yang dimuat dalam Javasche Courant tahun 1949 â„–31. Sehingga, residensi Betawi yang sedianya berpusat di Mester Cornelis kemudian dipindah ke Kota Depok
Nama Jatinegara baru muncul tahun 1942, setelah Tentara Kekaisaran Jepang menduduki Hindia Belanda. Nama Meester yang terlalu berbau Belanda diganti menjadi Kabupaten Jatinegara.